I’am not kodok dalam tempurung!

Posted: September 21, 2012 in Uncategorized
Tags: , , , ,

Membaca Buku Membuka Dunia, Kodok Dalam Tempurung, Bukuremajaislampos—Buku pertama yang membuat saya begitu terpesona adalah Burung-Burung Manyar karya Y.B. Mangunwijaya. Saya pinjam dulu di perpustakaan sewaktu masih di SMP. Sampai sekarang saya masih saja tenggelam jika membacanya. Setelah Burung-Burung Manyar, pada kelas 1 SMA—beberapa taon yang lalu—saya membaca trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jantera Bianglala karya Ahmad Thohari. Dahsyat, man. Begitulah penilaian saya. Tapi turning point saya yang paling hebat adalah ketika membaca Manusia Boemi karya Pramoedya Ananto Toer. Secara buku –buku itu umum, itulah yang banyak mempengaruhi saya dalam bertindak, dan atau juga berpikir.

Saya pikir tidak ada yang salah dengan hal itu—apa coba?—sampai ketika saya mulai aktif di rohis. Kenapa emang?

Ketika dalam perkenalan mentoring pertama kali, biasalah ada acara jayus kenal-kenalan diri. Standarnya kan udah biasa yang dikenalin seputar nama, tempat tanggal lahir, hobi, alamat dan sebagainya. Ketika saya mengatakan bahwa saya sangat memfavortikan buku-buku di atas, ketika sesi perkenalan usai, entah gimana caranya tiba-tiba si pementor yang berasal dari kakak alumni membelokkan arah tema percakapan ke seputar hal yang sia-sia dan nggak sia-sia.

Dan tiba-tiba aja, das! ia membahas tentang kesukaan saya terhadap buku-buku itu. Asalnya sih nggak berasa banget, tapi kemudian jelas-jelas ia memasuki derah itu tanpa tedeng-tedeng aling-aling lagi. Katanya, “Rasanya sih masih banyak yang bisa kita ambil maknanya yang jauh lebih bermanfaat daripada sekadar kita menghabiskan waktu menelaah bacaan-bacaan seperti itu. Ada banyak buku yang yang jauh luar biasa seperti Fi Zhilalil Quran, Laa Tahzan, Fiqh Sunnah, dan buku-buku Islam yang lainnya.”

Terus-terang aja saya langsung ngerasa terpukul begitu telak. Marah, kesel, jengkel, karena kok bisa-bisanya saya menemukan dan berhadapan dengan orang seperti dia? Yang lebih membikin saya frustasi, dan menyesal seumur hidup sampe sekarang ini adalah ketika itu saya cuman terdiam begitu aja. Saya nggak mengeluarkan argumen apapun terhadapnya.

Sejak saat itu saya bertanya-tanya, apa bener buku-buku yang saya baca dan sangat saya sukai itu nggak ada gunanya? Rasanya sih kok nggak begitu lah yak. Sekecil dan senggak-islami-apapun, buku-buku itu membuat saya mampu menjejakkan kaki di muka bumi (he he he….) memberikan sebuah keyakinan lain dari sudut pandang lain tentang banyak hal dalam kehidupan ini yang memang banyak sekali permasalahannya. Mungkin tidak bagi orang lain, but it works for me!

Sekarang saya sudah membaca Fi Zhilalil Quran, Laa Tahzan, Fiqh Sunnah, dan buku-buku Islam yang lainnya. Saya juga udah rutin mengkhatamkan Alquran paling nggak 2 bulan satu kali, dan memang buku-buku islami itu, juga tentu saja Alquran, lebih sanggup membuat saya menjalani proses pengayaan diri. Namun tetap, buku-buku yang oleh kakak alumni disebut dikarang oleh banyak orang-orang Kristen yang nggak pro sama Islam, sanggup mengisi sebuah lubang besar (eh, ngerti nggak sih teman-teman?).

Maksud saya, nggak sedikit dari kita yang berpikiran begitu picik banget: sering menilai sesuatu tanpa pernah kita tau sebelumnya. Ustadz saya yang sekarang, sering banget ngatain kalo buku Harry Potter tuh bener-bener merusak aqidah dan ia menganjurkan sebaiknya jangan sampe buku-buku kayak gitu dibaca. Yang pertama, saya setuju. Tapi yang kedua, saya nggak akur dengannya. Saya sendiri nggak begitu doyan baca Harry Potter, tapi tetep, kita dengan jalan apapun, jangan pernah sok menilai terlalu berlebihan.

Jangan sampe dengan tarbiyah atawa mentoring yang kita lakukan kita jadi nggak seimbang menilai dunia. Ngomong asal-asalan hingga membuat kita kayak kodok dalam tempurung. Nggak tau dunia! []

Leave a comment